Welcome To My Blog

Minggu, 29 Desember 2013

Posted by Unknown in | 06.31 No comments
 Tari Topeng Sidekarya Di Bali dan Sejarahnya

Tari Topeng merupakan seni pentas tertua di jagat ini. Hampir semua bangsa di belahan dunia  mempunyai  benda seni penutup wajah dalam berbagai wujud dan watak. sehingga kini  topeng-topeng itu masih menjadi bagian tradisi atau

ekpresi estetik masyarakat manusia. juga pada masyarakat yang masih lekat tingkat kepercayaan animisme dan dinamisme, topeng bukan hanya dipandang sebagai sekedar penutup wajah namun dianggap memiliki kekuatan magis sehinga ada yang dipentaskan pada upacara besar, Sedangkan keberadaan topeng pada



masyarakat modern selain tetap diusung sebagai benda seni juga dikembangkan sebagai bentuk seni pertunjukan tari atau teater juga tarian-tarian kreasi lainnya yang bisa menghibur.
Bali adalah sumber seni banyak tarian-tarian sacral maupun tari kreasi yang sering dipentaskan ,dan  kita sudah sering mendengar dan kadang sering melihat bebepa tari pertunjukan khusnya tarian topeng sidekarya yang di adakan pada upacara upacara besar seperti ngaben, tawur agung, dan lain lainya, namun sudahkah kita tahu kenapa kita mementaskan tari topeng sidekarya. sebenarnya saya juga baru baru memahami makna tari tupeng sidekarya ini tarian ini tidak bisa di pentaskan pada tempat tari-tarian biasa karna maknanya religious untuk menyelesaikan suatu upacara –upacara besar hindu perlu dipentaskan tarian Topeng Sidakarya.

Sejarah Topeng sidekarya
Kisahnya dimulai terjadi pada pemerintahan Dalem Waturenggong di Gelgel, tatkala beliau mengadakan upacara besar di Pura Besakih. Banyak pandita yang diundang untuk muput upacara ini.
Tersebutlah pandita (brahmana) sakti dari Keling, yang tidak diundang dalam upacara itu, tetapi ingin terlibat muput karya. Niatnya ini karena didasarkan pada hubungan kekerabatan antara Keling di Jawa dan Gelgel di Bali karena itu beliau datang. Sayangnya, karena perjalanan yang jauh dan berhari-hari, Pandita Keling sampai di Gelgel dalam keadaan kumal, bajunya compang-camping, mirip seorang pengemis. Dalam pakaian seperti itu, tak ada seorang pun staf kerajaan yang percaya kalau tamu tanpa diundang ini seorang pandita. Maka, Pandita Keling diusir dengan paksa, setelah sebelumnya sempat dihina.
Pandita Keling pergi dengan dendam. Di sebuah tempat yang sepi, dia melakukan perlawanan dengan mengucapkan mantra yang berisi sumpah yadnya yang diselenggarakan oleh Dalem Waturenggong tidak akan membawa berkah/tidak berhasil, malahan menimbulkan bencana. Semua banten menjadi busuk dan tikus-tikus pun mengerubungi banten busuk itu. Tikus semakin banyak sampai merusak tanaman petani. Rakyat menjadi resah.
Raja Waturenggong dalam samadinya tahu siapa yang mengutuk upacara besarnya itu. Dia lantas mengutus Arya Tangkas untuk menjemput pandita yang masih tinggal di tempat sepi (suung) itu. Raja meminta maaf dan mempersilakan Pandita Keling untuk ikut muput upacara bahkan menjadi pamuput paling akhir sehingga karya itu menjadi sida (diberkahi). Prosesi ini bagi masyarakat kebanyakan lantas disebut pamuput Sidakarya.
Dari legenda itu masyarakat Hindu di Bali lantas membuat Topeng Sidakarya. Wujudnya berwajah jelek dengan gigi merangas sebagai simbol dari pandita yang wajahnya mirip gelandangan. Karena itu, penari Topeng Sidakarya biasanya lebih banyak menutup wajah — terutama mulut — dengan kain putih yang dibawanya. Namun, mantra yang diucapkan sangat bertuah karena dilakukan dengan ngider buwana (ke segala arah). Itu sebabnya, tidak semua penari topeng mampu menarikan Dalem Sidakarya.
Kebanyakan masyarakat Bali yang tidak mementaskan Topeng Sidakarya untuk muput yadnya beralasan lain lagi, yakni tak ingin memanggil sekaa topeng. Pengeluaran bertambah dengan mementaskan topeng. Namun, Topeng Sidakarya sendiri sesungguhnya bisa dipentaskan tanpa ”pementasan topeng”. Artinya, yang didatangkan hanya seorang penari topeng yang sudah berhak (secara ritual) membawakan topeng Dalem Sidakarya itu.
Gamelan pengiring tidak menjadi masalah, bisa gong gede, angklung, maupun gender biasa, disesuaikan dengan gamelan yang ada pada penyelenggaraan yadnya. Dalam hal ini penari Topeng Sidakarya disebut ”Topeng Pajegan”, karena dia harus menarikan berbagai peran. Dalem Sidakarya hanya muncul pada saat akhir yakni ketika membuat tirtha. Karena itu sebelumnya ”penari pajegan” ini melakukan improvisasi dan monolog untuk mengantar pada kemunculan Dalem Sidakarya. Penari bisa membanyol, bisa pula memberikan semacam dharma wacana, tergantung siapa penarinya.
Sebagai seni ritual (seni wali) Topeng Sidakarya perlu dikembangkan dan dipopulerkan. Tentu fungsi utamanya ditambah, bukan hanya untuk mentradisikan legenda pamuput akhir dari yadnya, tetapi untuk media dharma wacana. Sekarang ini bukan hanya hama tikus yang meresahkan tetapi juga terjadinya kemerosotan moral pada generasi muda. Nah, siapa tahu Topeng Sidakarya bisa menjadi media perlawanan dalam mengatasi masalah moral ini dan bisa menjadi tongkak untuk menguatkan kesenian di bali khususnya seni tari wali ini.
Posted by Unknown in | 06.26 No comments
Makna lagu-lagu daerah dari Tanah Air Indonesia
 
Keanekaragaman suku bangsa (etnik), budaya dan bahasa di Tanah Air adalah kekayaan kemanusiaan. Mensyukurinya, kami berupaya menghimpun sejumlah lagu daerah dari seluruh penjuru Nusantara. Kumpulan syair lagu ini merupakan hasil pencarian di Internet dan tidak dimuat untuk maksud komersil. 

Urutan lagu diatur secara alfabetik menurut huruf pertama judul lagu. Keberatan, saran, atau koreksi atas pemuatan lagu-lagu bahasa daerah tertentu dapat disampaikan kepada kami lewat kotak dialog di bawah atau melalui alamat email kami.


A
Anging Mammiri

Anging mamiri ku pasang
Pitujui tongtongana
Tusaroa takkan lupa (2X)

Eaule na mangu rangi
Tutenaya, tutenaya parisina (2X)

Batumi anging mamiri
Anging ngerang dinging-dinging
Namalantang saribuku

Eaule mangerang nakku
Nalo'lorang, nalo'lorang jene mata

Anging mamiri ku pasang
Pitujui tongtongana
Tusaroa takkan lupa

Anging mammiri ciptaan Bora D. G. Irate adalah lagu Makassar, Sulawesi Selatan, yang artinya “angin bertiup, yang membawa kesejukan dan pesan untuk menyampaikan kerinduan kepada orang yang disayang” (SentraGlobalMedia http://www.youtube.com/watch?v=G7VhtB0Ob5s).


Apuse

Apuse kokon dao
Yarabe soren doreri
Wuf lenso bani nema baki pase

Apuse kokon dao
Yarabe soren doreri
Wuf lenso bani nema baki pase

Arafa bye aswa ra kwar
Arafa bye aswa ra kwar

Apuse artinya “kakekku,” lagu rakyat Papua yang mengisahkan tentang seorang cucu yang hendak pamit kepada kakek-neneknya pulang ke pulau seberang, dan dengan berat hati direlakan. http://www.youtube.com/watch?v=U8NZEGNHx4g.


B
Butet

Butet ... dipangungsian do amang mu ale butet
Da margurilla da mardarurat ale butet
Da margurilla da mardarurat ale butet

Butet ... tibo do mulak au amang mu ale butet
Musuttai ikkon saut do talu ale butet
Musuttai ikkon saut do talu ale butet

I ... doge doge doge i doge i ... doge doge
I ... doge doge doge i doge i ... doge doge

Butet ... sotung ngol-ngolan roha muna ale butet
Paima tona manang surat ale butet
Paima tona manang surat ale butet

Butet ... haru patibu ma magodang ale butet
Asa adong da palang mera ale butet
Da palang mera ni negara ale butet

I ... doge doge doge i doge i ... doge doge
I ... doge doge doge i doge i ... doge doge



Butet ciptaan S. Dis adalah “panggilan untuk anak perempuan Batak, Sumatera Utara. Lagu ini dinyanyikan oleh seorang ibu untuk anaknya, bertujuan untuk menghibur anaknya yang bersedih menunggu balasan surat dari ayahnya di medan perang” (SentraGlobalMedia http://www.youtube.com/watch?v=jZ6Dirb9_Yg).


C


Cing Cangkeling

Cing cangkeling manuk cingkleung cindeten
Blos ka kolong bapak satar buleneng

Cing cangkeling manuk cingkleung cindeten
Blos ka kolong bapak satar buleneng

Kleung dengklek buah kopi raranggeuyan
Keun anu dewek ulah pati diheureuyan
Cing cangkeling manuk cingkleung cindeten
Blos kakolong bapak satar buleneng

Kleung dengklek buah kopi raranggeuyan
Keun anu dewek ulah pati diheureuyan
Cing cangkeling manuk cingkleung cindeten
Blos kakolong bapak satar buleneng


Cing Cangkeling adalah sebuah lagu Sunda, Jawa Barat. Kedalaman artinya lagu ini ungkapkan oleh Fauz Noor demikian:

Cing cangkeling, cing-cing eling manusia semua. Manuk (burung) bisa digunakan sebagai perlambang hati. Apa sebabnya? Sebab hati seperti manuk yang bisa terbang ke mana saja semau dirinya. Silahkan kamu rasakan sendiri. Hati kita bisa terbang ke Jakarta umpamanya. Hati tak bisa dipenjara oleh apa pun, walau pun orang yang sedang dipenjara. Apakah hati orang yang dipenjara selalu ada di penjara? Tidak! Sering hati mereka ada di rumah, rindu anak istri. Manuk cingkleung cineten, hati yang suka melirik-lirik ke sekitarnya itu harus tenang. Kalu hati sudah tenang, hati akan masuk ke kolong langit, Blos ka kolong, dan akan mendapatkan Bapa satar. Satar artinya dunia. Satar berasal dari bahasa Sunda kuno, artinya rendah. Silahkan tanya Kiai, dalam bahasa Arab dunia artinya rendah, adyan. Jadi, satar jeung dunia merupakan kata yang maksudnya sama. Kalau hati kita sudah tenang, maka kita akan mendapat dunia yang Bulendeung, yaitu penuh rahmat dan berkah Tuhan.”1

 
G


Gundul Pacul

Gundul gundul pacul cul gembelengan
Nyunggi-nyunggi wakul kul gembelengan
Wakul ngglimpang segane dadi sak latar
Wakul ngglimpang segane dadi sak latar

Penjelasan Rena Astry Pertiwi tentang lagu ini:

'Gundul pacul' artinya adalah seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota tetapi dia adalah pembawa pacul untuk mencangkul, mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya/orang banyak. Orang Jawa mengatakan pacul adalah 'Papat Kang Ucul' (empat yang lepas). Kemuliaan seseorang tergantung empat hal, yaitu bagaimana menggunakan mata, hidung, telinga dan mulutnya.

  1. Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat/masyarakat.
  2. Telinga digunakan untuk mendengar nasehat.
  3. Hidung digunakan untuk mencium wewangian kebaikan.
  4. Mulut digunakan untuk berkata adil.
Jika empat hal itu lepas, maka lepaslah kehormatannya. 'Gembelengan' artinya besar kepala, sombong dan bermain-main dalam menggunakan kehormatannya.
Arti harafiahnya jika orang yg kepalanya sudah kehilangan 4 indera itu mengakibatkan:

GEMBELENGAN (congkak/sombong). NYUNGGI-NYUNGGI WAKUL (menjunjung amanah rakyat/orang banyak) GEMBELENGAN (sombong hati), akhirnya WAKUL NGGLIMPANG (amanah jatuh tak bisa dipertahankan).
 
H
Hidop Gandong 
Hidop Gandong ciptaan Kace Rumahmury adalah sebuah lagu dari Maluku yang mengajak semua orang untuk hidup dalam persaudaraan, saling membantu di waktu susah, dan jika ada persoalan supaya dibicarakan secara baik-baik. Istilah gandong terkait dengan adat Pela Gandong yang berarti ikatan persatuan dan persaudaraan antara komunitas-komunitas etnik di Maluku yang pada dasarnya datang dari akar yang sama. 

Bahasa Wemale (Facebook via Izak Lattu)

Ina ama caniluma mo
Caniluma mo ina ama mi hanokela
Ina ama mahanal ueni hanuleu emehelae
Ina ama mi hanauta
Ina ama tuku ma kina leuema
Hano yawali yawae saii hanalue saii
Nae kukulata
Sui silia sai (yawali, yawe hidup mulukue)
Mase nae pasalata kineae hohoe
Mase kanalesite mulukue nae hahaoti
Masake ina sa supa mo
Supa se na halukue lumei, hele santa keae
Kula e mutule helae
Tipi sue taliini rasae tuka isini
Em ce hidup mulukun


M
Miara Si Luri

Sa koo miara si luri
Piara nu sia, le'o-le'osen
Le'o-le'osenu sia
Wo sia lalei, lalei wia nikoo
Sa sia lewo-lewo'en
Si gampang uman, tumelew karia
Ni'itumou mikir-mikirlah
Sa nikoo miara si luri



Miara Si Luri adalah lagu dari Minahasa, Sulawesi Utara, yang berisi ungkapan nasihat bagi seorang pria supaya ketika ia berpacaran atau meminang seorang wanita, hendaknya memperlakukan ia dengan baik-baik, dengan demikian wanita itu akan betah tinggal bersamanya. Kalau tidak, maka ibarat burung luri ia akan mudah terbang meninggalkannya. Kata miara mengandung arti “pelihara,” namun kata itu melebihi arti dari memelihara binatang. Orang Minahasa juga menyebut Tuhan sebagai Si Mapiara (Yang Memelihara). http://www.youtube.com/watch?v=HTSSRSEfDBY.


O

O Minahasa Kinatouanku

O Minahasa kinatouanku
Sela rimae un ateku
Meilek ung kewangunanu

Ngaran nu kendis wia Nusantara
Nuun Cingkeh Pala wo ung Kopra
Se mateles malolowa'
Dano Toulour depo wo 'numamu
Terbur Lokon Soputan
maawes ung wangunu
O Kinatouanku Minahasa
Sa wisa mendo endo le'os
Pale’osan ne matuari

O Minahasa Kinatouanku adalah lagu asal dari Minahasa, Sulawesi Utara, yang berarti “O Minahasa tempat lahirku.” Lagu ini menggambarkan kekaguman terhadap keindahan tanah Minahasa dan harapan supaya hidup aman dan sentosa di tanah kelahiran ini. http://www.youtube.com/watch?v=jTyVFlUKYGg.


O Ina' ni Keke'

O Ina' ni keke'
Mange wisa koo
Mange aki Wenang
Tumeles em waleko

Weane, weane
Weane toyo'
Dai'mo si apa
Koo tare makiwee

O Ina' ni Keke' adalah lagu asal dari Minahasa, Sulawesi Utara, yang berarti “O ibu dari keke'.” Keke' adalah sapaan sayang bagi anak perempuan Minahasa. Lagu ini menceritakan tentang perjalanan seorang ibu ke kota Manado, yang disebut Wenang dalam bahasa Minahasa, untuk membeli kue (waleko; diawali artikel “em” dibaca mbaleko). Sayangnya, yang meminta kue tidak kebagian karena sudah dimakan habis baru meminta.
 
Posted by Unknown in | 06.19 No comments
Seni Patung di Indonesia
Seni patung di Indonesia berkaitan erat dengan perkembangan seni ukir. Berdasarkan sejarah, bangsa Indonesia mengenal seni ukir sekitar tahun 1500 Sm\M, yaitu pada zaman batu muda (Neolitik). Nenek moyang bangsa Indonesia membuat ukiran pada kapak batu, tempaan tanah liat dan bahan-bahan lain dengan motif dan pengerjaan yang sangat sederhana.
Bahan-bahan yang digunakan adalah tanah liat, batu, kayu, bambu, kulit, dan tanduk hewan. Motif yang dibuat masih berbentuk geometris berupa garis, titik, dan lengkungan. Seni ukir mulai berkembang pada zaman perunggu di tahun 500 hingga 300 SM yang sudah mengguankan bahan perunggu, emas, dan perak. Mereka bahkan telah mengenal teknik cor, dan memiliki variasi motif yang beragam.
Perkembangan seni ukir di Indonesia mulai berkembang pesat setelah masuknya agama Hindu, Budha, dan Islam. Pada masa itu, sebagai penghormatan terhadap Raja, maka dibuatlah ukiran pada candi-candi dan prasasti. Bahkan, ukiran juga ditemukan pada keris dan tombak, batu nisan, dan alat-alat kesenian (gamelan dan wayang).
Motif-mitif ini juga sering kali berkisah tentang para dewa dan pahlawan. Ketika seni ukir menemui masa keemasannya, barulah masyarakat mengenal seni oahat atau patung. Masyarakat sudah mulai berpikir ntuk menciptakan sesuau yang lebih indah dan menarik lagi. Tidak hanya mengukir, tapi membuat sebuah bentuk.
Perkembangan Seni Patung
Seni patung telah mengalami perkembangan yang pesat. Awalnya, fungsi dari seni patung hanya bersifat magis dan ritual. Namun, kini patung hanya berfungsi sebagai hasan.
Seni ini merupakan kesenian yang dikenal oleh berbagai masyarakat di Nusantara. Terlihat dari banyaknya patung dengan pahatan motif yang memberikan ciri tersendiri akan kesenian masing-masing daerah. Misalnya, pada ukiran kayu motif Pajajaran, Majapahit, Mataram, Pekalongan, Bali, Jepara, Madura, Cirebon, Surakarta, Yogyakarta, dan berbagai macam motif dari luar jawa.
Sayangnya, semenjak kemunculan seni rupa modern Indonesia ketika awal abad ke-20, seni patung mulai dipandang sebelah mata. Keberadaanyya kalah popler dengan seni lukis. Apalagi, ketika seni kontemporer di Indonesia mulai berkembang. Seni patung seperti terabaikan.
Padahal, perkembangan seni rupa kontemporer di Indonesia juga akibat peran dari seni patung. Pada tahun 1977, sebuah exhibition berjudul “Pameran Seni Patung Kontemporer Indonesia” diadakan. Itulah pertama kalinya kata “kontemporer” muai digunakan dan menjadi populer hingga sekarang.
Akan sayang sekali jika seni patung yang merupakan salah satu akar kesenian di Indonesia punah oleh zaman. Untuk itu pematung G. Sidharta Soegijo mulai memprakarsai berdirinya Asosiasi Pematung Indonesia (API) pada 7 Juli 2000. Beliau merupakan seniman yang menjadi pelopor Pameran Seni Paung Indonesia pada tahun 1977.
Pematung Indonesia
Dolorosa Sinaga
Edhi Sunarso
Gregorius Sidharta
I Nyoman Nuarta
G. Sidharta Soegijo
Sumber: nisarosyidatun.blogspot.com

Perusahaan kami menerima jasa pembuatan patung fiberglass sesuai keinginan anda, Jika anda membutuhkan jasa kami dapat menghubungi:
PT. PUTRAPRASENDO BERJAYA
Jl. Lingkarsari No.16B Kalisari
Jakarta 13790
Telp: 021-8720620
Fax: 021-87717934
Email: endo.fiber@gmail.com

berikut Contoh karya kami :

Rabu, 25 Desember 2013

Posted by Unknown in | 02.16 No comments
Rumah adat Jawa Timur adalah Joglo yang dasar filosofi dan arsitekturnya sama dengan rumah adat yang ada di Jawa Tengah Joglo. Rumah adat Joglo di Jawa Timur masih bisa banyak ditemui di daerah Ponorogo. Pengaruh Agama Islam yang berpadu dengan agama Hindu Budha dan kepercayaan animisme masih mengakar kuat dan sangat berpengaruh kepada arsitekturnya yang terlihat jelas dengan filsafat sikretismenya. Rumah Joglo pada umumnya terbuat dari bahan kayu Jati. Sebutan Joglo mengacu bentuk atapnya yang mengambil stilasi bentuk sebuah gunung. Stilasi bentuk gunung memilki tujuan untuk pengambilan filosofi yang terkandung di dalamnya serta diberi nama atap Tajug, namun untuk rumah hunian atau sebagai tempat tinggal, atapnya terdiri atas 2 tajug yang disebut dengan atap Joglo/Juglo/Tajug Loro. Dalam kehidupan orang Jawa gunung adalah sesuatu yang tinggi serta disakralkan dan banyak dituangkan dalam berbagai simbol, khususnya sebagai simbol-simbol yang yang berbau magis atau mistis. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh kuat keyakinan kalau gunung atau tempat yang tinggi merupakan tempat yang dianggap suci serta tempat tinggal para Dewa.

Rumah Adat Jawa Timur - gambarrumahh.com
Pengaruh dari kepercayaan animisme dan Hindu Budha masih begitu kental mempengaruhi bentuk serta tata ruang rumah Joglo tersebut, misalnya Dalam rumah adat Joglo, pada umumnya sebelum memasuki ruang induk kita akan melewati pintu yang mempunyai hiasan sulur gelung atau makara. Hiasan tersebut ditujukan sebagai tolak balak, menolak maksud-maksud jahat dari luar hal tersebut masih dipengaruhi oleh kepercayaan animisme. Sementara Kamar tengah adalah kamar sakral. Dalam kamar tersebut pemilik rumah biasanya akan menyediakan tempat tidur atau katil yang dilengkapi bantal guling, cermin serta sisir dari tanduk. Umumnya dilengkapi pula dengan lampu yang menyala pada siang serta malam yang berfungsi sebagai pelita, dan ukiran yang mempunyai makna sebagai pendidikan rohani, hal tersebut masih dalam pengaruh ajaran agama Hindu dan Budha.

Untuk rumah Joglo yang berada di pesisir pantai utara seperti Gresik, Lamongan dan Tuban unsur-unsur di atas di tiadakan sebab pengaruh Islam mulai masuk. Melalui akultrasi budaya jawa yang harmoni, penyebaran Islam berbaur dengan harmonis dengan budaya serta adat kepercayaan animisme, Hindu serta Budha. Islam juga mulai menjalar ke berbagai daerah lain di Jawa Timur, seperti Ngawi, Magetan, Madiun, Ponorogo, Pacitan, Tulungagung, Blitar, Kediri, Trenggalek, serta sebagian Bojonegoro, sementara kota-kota di bagian barat Jawa timur mempunyai kemiripan dengan rumah adat Jawa Tengah, terutamanya Surakarta dan Yogyakarta yang disebut-sebut sebagai kota pusat peradaban Jawa.

Rumah Joglo - kampungjoglo.wordpress.com
Rumah Joglo pun menyiratkan kepercayaan kejawen masyarakat Jawa yang berdasar sinkretisme. Keharmonisan antara hubungan manusia dengan sesamanya (“kawulo” dan “gusti”), dan hubungan antara manusia dengan lingkungan alam sekitar (“microcosmos” dan “macrocosmos”), tecermin dalam tata bangunan yang menyusun rumah joglo. Baik itu pada jumlah saka guru (tiang utama), pondasi, bebatur (tanah yang diratakan serta lebih tinggi dari tanah di sekelilingnya), serta beragam ornamen penyusun rumah joglo. Rumah adat Joglo sendiri memiliki banyak jenis, diantaranya seperti :
  • Joglo Lawakan
  • Joglo Jompongan
  • Joglo Pangrawit
  • Joglo Sinom
  • Joglo Mangkurat
Arsitektur rumah adata Joglo menyiratkan pesan-pesan kehidupan manusia pada kebutuhan “papan”. Bahwasanya rumah bukan hanya sekadar tempat berteduh, namun juga merupakan “perluasan” dari diri manusia itu sendiri. Berbaur secara harmoni dengan alam sekitar. Rumah Joglo umumnya sama pada bentuk global serta tata ruangnya.

Interior Rumah Adat Jawa Timur - rumahadat.blog.com
Rumah adat joglo yang mempunyai dua ruangan yakni :
  • Ruang depan (pendopo) yang berfungsi untuk:
    • tempat menerima tamu
    • balai pertemuan (sebab awalnya hanya dimiliki oleh para bangsawan dan kepala desa)
    • tempat mengadakan upacara-upacara adat
  • Ruang belakang yang terdiri atas :
    • kamar-kamar
    • dapur (pawon)
Sementara ruang utama ataupun ruang induk rumah joglo dibagi jadi tiga ruangan, yakni :
  • sentong tangen (kamar kanan)
  • sentong tengan (kamar tengah)
  • sentong kiwo (kamar kiri)
Umumnya rumah joglo pada bagian sebelah kiri ada dempil yang berfungsi untuk tempat tidur orang tua yang langsung dihubungkan dengan serambi belakang (pasepen) dan dipakai untuk aktifitas membuat kerajinan tangan. Sementara di sebelah kanan ada dapur, pendaringan serta tempat yang difungsikan sebagai penyimpan alat pertanian. Rumah adat Jawa Timur tak hanya berbentuk Joglo saja. Namun sebenarnya, ada pula yang berbentuk limasan (dara gepak), serta bentuk srontongan (empyak setangkep).

Search

Bookmark Us

Delicious Digg Facebook Favorites More Stumbleupon Twitter